Jumat, 24 Januari 2014

Eks Pelayan Restoran Pimpin NU

KH. M. Hasan Mutawakkil A.

“Pokoknya, dengar saja, otomatis saya akan mundur. Sebab, amanah ini kan tidak saya cari, tapi datang sendiri.

----------------------------------
KALIMAT di atas diungkapkan Kiai Mutawakkil saat kali pertama berkenalan dengan para pengurus PC NU se-Jatim, kala ditetapkan sebagai ketua tanfidziyah PW NU Jatim, 5 tahun lalu. Itu, sebagai bentuk tanggung  jawab, apabila ia tak dikehendaki menjadi ketua.
Nah, semalam (Minggu, 2/6), Kiai Mutawakkil kembali terpilih jadi ketua tanfidziyah PW NU Jatim. Apakah janji lima tahun lalu itu masih dipegangnya? Semoga.
Ya, kini, Warga NU Jawa Timur (Jatim) memiliki pemimpin anyar. Meski sempat memanas lantaran digoyang isu-isu tak sedap, seperti adanya bakal calon ketua titipan pemerinta sanpai merebaknya isu money politics. Tapi, akhirnya isu-isu itu tak terbukti dan konferensi wilayah (konferwil) yang digelar di Pondok Pesantren Bumi Salawat, Lebo, Kabupaten Sidoarjo, itu kelar juga.
Dalam konferwil itu, Kiai Mutawakkil mendapat dukungan suara dari 26 ketua PC NU se-Jatim. Sedangkan “rivalnya” KH Abdullah Syamsul Arifin dari Jember, memperoleh 17 dukungan. Sementara, Kiai Miftahul Akhyar mendapatkan 41 suara dari 44 PC NU. Sehingga, Kiai Mutawakkil dan Kiai Miftahul Akhyar berhak memimpin NU Jatim untuk periode 2013-2018.
Jauh sebelum konferwil, sebagian besar warga NU Jatim memang sudah yakin Kiai Mutawakkil atau yang bernama lengkap KH Moh. Hasan Mutawakkil Alallah dan KH Miftahul Akhyar itu, akan kembali terpilih memimpin NU Jatim. Alasannya, selama dipimpin duet kiai ini banyak terobosan yang dilakukan PW NU Jatim. Seperti, Aswaja Center dan TV9. Di mana keberadaan Aswaja Center ini, berperan membentengi warganya dari aliran-aliran yang menyesatkan dan keluar dari ajaran akidah Islam. Sedangkan TV9, berperan sebagai salah satu sarana dakwa warga NU.
***
Patut disyukuri, pada pemilihan ketua tanfidziyah dan rais syuriah PW NU Jatim itu, tak terjadi gesekan layaknya pemilihan bupati/wali kota, atau gubernur, atau bahkan presiden. Sehingga, NU yang sejak berdiri pada 16 Rajab 1344 Hijriah/31 Januari 1926 Masehi itu, makin menguatkan komitmennya sebagai organisasi yang dipimpin oleh orang-orang yang tak gila jabatan. Sehingga, menghasilkan pemimpin yang handal, peduli, terpercaya, cekatan, dan best of the best.
Kebiasaan yang kokoh terpatri di kalangan NU adalah warga NU tak boleh meminta jabatan. Karena itu, tak akan ditemukan gambar-gambar atau baliho tokoh NU yang mengaku terus terang maju dalam setiap pemilihan ketua di lingkungan NU. Termasuk, di konferwil NU yang digelar di Sidoarjo kemarin. Sebagai sebuah organisasi keagamaan, NU memiliki ciri khas tersendiri dalam menentukan pimpinannya. Nah, ciri khas ini merupakan salah satu faktor yang menjadikan NU besar. Sehingga, NU yang didirikan oleh para ulama, dipimpin oleh para ulama, dan owner-nya pun juga ulama.
Selama proses pemilihan ketua tanfidziah PW NU Jatim itu, memang sempat menegangkan. Terlebih, kedua calonnya, yakni Kiai Mutawakkil dan Kiai Abdullah Syamsul Arifin sama-sama tokoh NU yang tak diragukan lagi kemampuan dan kiprahnya di NU. Tapi, usai pemilihan dan ditemukan pemenangnya, keduanya langsung berjabat tangan. Bahkan, berpelukan sebagai tanda saling mendukung. Mereka bergandengan tangan naik panggung konferwil didampingi Kiai Miftahul Akhyar. Ini sekakan mengajarkan kepada kita, ketegangan boleh terjadi, tapi tetap satu tujuan dan satu hati.
***
Cukup Mutawakkil kah?
Menjalankan sebuah organisasi, apalagi sebesar NU, tentu tak semudah memimpin sebuah keluarga kecil. Karena itu, diperlukan orang lain untuk bersama-sama memikirkan masa depan oraganisasinya. Karena itu, seorang Mutawakkil saja tak akan cukup membesarkan NU Jatim. Meski sejatinya, kiai yang juga pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo, Jatim itu, sudah banyak makan garam di NU.
Bahkan, Kiai Mutawakkil sudah digadang-gadang untuk menjadi ketua tanfidziyah PW NU Jatim sejak 1999, menggantikan KH Hasyim Muzadi yang waktu itu terpilih sebagai ketua tanfidziyah PB NU. Tapi karena mengaku belum mampu, Kiai Mutawakkil cukup di posisinya semula, wakil ketua tanfidziyah PW NU Jatim. Tapi, akhirnya Kiai Mutawakkil tak bisa menolak ketika terpilih menjadi ketua tanfidziyah PW NU Jatim 2008-2013, hasil konferwil Sabtu 17 Juli 2008.
Nah, kini NU Jatim kembali dipimpin oleh seorang mantan karyawan sebuah restoran di Eropa. Dialah Kiai Mutawakkil yang semasa kuliah pada 1983 di universitas Al Azhar Kairo, Mesir, dulu berkesempatan study tour ke beberapa negara di Eropa, seperti Jerman, Polandia, dan Belanda. Karena menggunakan duit pribadi, ia sempat kehabisan uang. Untuk memenuhi bekalnya, meski keturunan orang kaya, Kiai Mutawakkil tak meminta pada abah-nya. Ia memilih jadi pelayan di sebuah restoran di negara-negara yang dikunjunginya.
Kini, seseorang yang pernah mengislahkan almarhum Presiden Soeharto dengan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, jadi ketua PW NU Jatim, (Abdul Aziz Wahab, Kiai Sang Manager:2011). Bila selama 5 tahun kemarin Kiai Mutawakkil dan kawan-kawan (dkk), bisa mendirikan Aswaja Center dan TV9. Lalu, 5 tahun ke depan apa? (ind)

0 komentar:

Posting Komentar