KALIMAT di atas diungkapkan
Kiai Mutawakkil saat kali pertama berkenalan dengan para pengurus PC NU
se-Jatim, kala ditetapkan sebagai ketua tanfidziyah PW NU Jatim, 5 tahun lalu. Itu, sebagai bentuk tanggung
jawab, apabila ia tak dikehendaki menjadi ketua.
Nah, semalam (Minggu, 2/6), Kiai Mutawakkil kembali terpilih jadi ketua tanfidziyah PW NU Jatim.
Apakah janji lima tahun lalu itu masih dipegangnya? Semoga.
Ya, kini, Warga NU Jawa Timur (Jatim) memiliki pemimpin anyar. Meski
sempat memanas lantaran digoyang isu-isu tak
sedap, seperti adanya bakal calon ketua titipan pemerinta sanpai merebaknya isu
money politics. Tapi, akhirnya
isu-isu itu tak terbukti dan konferensi wilayah
(konferwil) yang digelar di Pondok Pesantren Bumi Salawat, Lebo,
Kabupaten Sidoarjo, itu kelar juga.
Dalam
konferwil itu, Kiai Mutawakkil mendapat dukungan suara dari 26 ketua PC NU se-Jatim. Sedangkan “rivalnya” KH Abdullah Syamsul Arifin dari Jember, memperoleh
17 dukungan. Sementara, Kiai Miftahul Akhyar mendapatkan 41 suara dari 44 PC
NU. Sehingga, Kiai Mutawakkil dan Kiai Miftahul Akhyar berhak memimpin NU Jatim
untuk periode 2013-2018.
Jauh sebelum konferwil, sebagian besar warga NU Jatim memang sudah yakin Kiai
Mutawakkil atau yang bernama lengkap KH Moh.
Hasan Mutawakkil Alallah dan KH Miftahul Akhyar itu, akan kembali terpilih memimpin NU Jatim. Alasannya, selama dipimpin duet
kiai ini banyak terobosan yang dilakukan PW NU Jatim. Seperti, Aswaja Center dan TV9.
Di mana keberadaan Aswaja Center ini, berperan membentengi warganya dari
aliran-aliran yang menyesatkan dan keluar dari ajaran
akidah Islam. Sedangkan TV9, berperan
sebagai salah satu sarana dakwa warga NU.
***
Patut
disyukuri, pada pemilihan ketua tanfidziyah dan rais syuriah PW NU Jatim itu,
tak terjadi gesekan layaknya pemilihan bupati/wali kota, atau gubernur, atau
bahkan presiden. Sehingga, NU yang sejak berdiri pada 16 Rajab 1344 Hijriah/31
Januari 1926 Masehi itu, makin menguatkan komitmennya sebagai organisasi yang
dipimpin oleh orang-orang yang tak gila jabatan. Sehingga, menghasilkan
pemimpin yang handal, peduli, terpercaya, cekatan, dan best of the best.
Kebiasaan
yang kokoh terpatri di kalangan NU adalah warga NU tak boleh meminta jabatan.
Karena itu, tak akan ditemukan gambar-gambar atau baliho tokoh NU yang mengaku
terus terang maju dalam setiap pemilihan ketua di lingkungan NU. Termasuk, di
konferwil NU yang digelar di Sidoarjo kemarin. Sebagai sebuah organisasi
keagamaan, NU memiliki ciri khas tersendiri dalam menentukan pimpinannya. Nah,
ciri khas ini merupakan salah satu faktor yang menjadikan NU besar. Sehingga,
NU yang didirikan oleh para ulama, dipimpin oleh para ulama, dan owner-nya pun juga ulama.
Selama proses pemilihan ketua tanfidziah PW NU Jatim itu,
memang sempat menegangkan. Terlebih, kedua calonnya, yakni Kiai Mutawakkil dan
Kiai Abdullah Syamsul Arifin sama-sama tokoh NU yang tak diragukan lagi
kemampuan dan kiprahnya di NU. Tapi, usai pemilihan dan ditemukan pemenangnya,
keduanya langsung berjabat tangan. Bahkan, berpelukan sebagai tanda saling mendukung. Mereka bergandengan
tangan naik panggung konferwil didampingi Kiai Miftahul Akhyar. Ini sekakan
mengajarkan kepada kita, ketegangan boleh terjadi, tapi tetap satu tujuan dan
satu hati.
***
Cukup Mutawakkil kah?
Menjalankan
sebuah organisasi, apalagi sebesar NU, tentu tak semudah memimpin sebuah
keluarga kecil. Karena itu, diperlukan orang lain untuk bersama-sama memikirkan
masa depan oraganisasinya. Karena itu,
seorang Mutawakkil saja tak akan cukup membesarkan NU Jatim. Meski sejatinya,
kiai yang juga pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo,
Jatim itu, sudah banyak makan garam di NU.
Bahkan, Kiai
Mutawakkil sudah digadang-gadang untuk menjadi ketua tanfidziyah PW NU Jatim
sejak 1999, menggantikan KH Hasyim Muzadi yang waktu itu terpilih sebagai ketua
tanfidziyah PB NU. Tapi karena mengaku belum mampu, Kiai Mutawakkil cukup di
posisinya semula, wakil ketua tanfidziyah PW NU Jatim. Tapi, akhirnya Kiai
Mutawakkil tak bisa menolak ketika terpilih menjadi ketua tanfidziyah PW NU
Jatim 2008-2013, hasil konferwil Sabtu 17 Juli 2008.
Nah, kini NU
Jatim kembali dipimpin oleh seorang mantan karyawan sebuah restoran di Eropa.
Dialah Kiai Mutawakkil yang semasa kuliah pada 1983 di universitas Al Azhar
Kairo, Mesir, dulu berkesempatan study
tour ke beberapa negara di Eropa, seperti Jerman, Polandia, dan Belanda. Karena menggunakan
duit pribadi, ia sempat kehabisan uang. Untuk memenuhi bekalnya, meski
keturunan orang kaya, Kiai Mutawakkil tak meminta pada abah-nya. Ia memilih jadi pelayan di sebuah restoran di negara-negara yang dikunjunginya.
Kini, seseorang yang pernah
mengislahkan almarhum Presiden Soeharto dengan almarhum KH Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) itu, jadi ketua PW NU Jatim, (Abdul Aziz Wahab, Kiai Sang
Manager:2011). Bila selama 5 tahun kemarin Kiai Mutawakkil dan kawan-kawan
(dkk), bisa mendirikan Aswaja Center dan TV9. Lalu, 5 tahun ke depan apa? (ind)
0 komentar:
Posting Komentar