KASUS adanya penari erotis di sebuah tempat hiburan malam di Kota Probolinggo, masih belum kering dalam ingatan. Kini, kota yang dipimpin oleh Hj. Rukmin itu, kembali diguncang dengan temuan satpol PP yang sunguh “mengerikan.” Sebuah tempat karaoke keluarga, diduga menjadi tempat mesum. Seorang pemandu lagu ditemukan tak mengencakan celana dalam sebuah room bersama seorang lelaki yang celananya juga sudah melorot. (Jawa Pos Radar Bromo, 2 April 2015).
Adanya
perbuatan mesum di tempat karaoke keluarga secaman ini, sejatinya sudah lama menjadi
kasak-kusuk di kalangan warga. Terutama, sebagian pengguna jasa tempat hiburan
ini. Bahkan, Jawa Pos Radar Bromo,
pernah menurunkan laporan khusus terkait dengan “praktik prostitusi” di tempat
bisnis ini. Meski para pengelola tempat bisnis semacam ini selalu mengelak
disebut sengaja menyediakan perempuan pemandu lagu.
Kini,
satpol PP Kota Probolinggo menemukan adanya dugaan perbuatan mesum dalam sebuah
room di sebuah tempat karaoke
keluarga. Bila dulu mereka selalu beralasan tak ada bukti, kini aparat penegak
perda itu medapati sendiri “buktinya.” Sayang, meski sudah diketahui dengan
jelas ada perbuatan mesum, satpol PP tak bisa memberikan sanksi kepada pelaku
mesum, selain pembinaan. Entah kepada tempat hiburannya.
Sejatinya,
makin suburnya tempat hiburan di sebuah daerah, ada segi positif dan negatif
yang harus dihadapi. Salah satu dampak postifnya, warga tak perlu jauh-jauh
mencari tempat rekreasi untuk me-refresh
otak setelah dipaksa menyelesaikan suatu pekerjaan. Adanya tempat hiburan juga
dapat menyumbang duit untuk APBD. Namun, jangan lupa, di balik itu ada sisi
negatif yang kadang dampaknya tak sebanding dengan manfaatnya.
Misalnya,
makin maraknya peredaran minuman keras (miras). Diketahui, miras dapat menjadi
sumber segala tindak kejahatan. Bahkan, aparat kepolisian juga mengamini kalau
miras menjadi sumber segala kejahatan, (Jawa
Pos Radar Bromo, 31 Maret 2013).
Belum
lagi, seks bebas yang sangat memungkinkan terjadi di sebuah tempat hiburan di
Kota Probolinggo. Seperti temuan satpol PP di sebuah tempat karaoke keluarga,
Rabu (1/4) malam. Ngapain kiranya, seorang perempuan bersama seorang pria yang
sama-sama normal gelap-gelapan berada dalam satu ruangan. Terlebih, menurut Jawa Pos Radar Bromo, si perempuan sudah
membuka pakaian bagian bawahnya. Bukan hanya hot pants, tapi juga celana dalamnya sudah lepas. Begitu juga
dengan si lelaki, celana selututnya juga sudah melorot. Astaghfirullah.
Dampak
yang tak kalah penting, makin merosotnya moral masyarakat karena makin mudahnya
mengakses hal-hal yang tak baik. Sehingga, banyak yang khawatir menjamurnya
tempat hiburan malam, termasuk tempat karaoke, makin membuat sebagian orang
semakin mudah durhaka.
Masih
belum kering dari ingatan, tarian tak senonoh yang disajikan di sebuah tempat
hiburan malam di Kota Probolinggo, juga ditonton sebagian pelajar. Ini
membuktikan, pencari hiburan tak selalu pekerja yang datang untuk melepas
penat, tapi juga siswa yang mungkin datang untuk menyegarkan otak setelah
seharian belajar. Namun, apa yang akan terjadi bila dalam mencari hiburan,
mereka malah disuguhi tarian erotis? Apa jadinya, bila niat mencari hiburan
malah membuat mereka kebablasan dengan melakukan perbuatan terlarang?
Di
sinilah yang harus diperhatikan oleh pemkot sebagai pemegang kuasa. Apalagi,
sejumlah ormas keagamaan sudah sering mengingatkan, bahkan meminta pemkot untuk
menutup tempat hiburan malam. Namun, permintaan ormas yang disampaikan secara
santun itu, sejauh ini belum mendapatkan respons positif. Syukur, ormas ini
menyadari betul perannya, dan mengakui kedaulatan pemerintah.
Mereka paham, merubah kumungkaran
tak harus dengan keonaran. Mereka paham, kemungkaran bisa diubah dengan tangan,
lisan, dan hati, seperti disabdakan Rasulullah yang diriwatkan oleh Muslim (HR.
Muslim, 49). Dalam hadis ini
diterangkan, barang siapa mampu merubah
kemungkaran dengan tangannya, maka wajib dia menempuhnya. Namun, perlu
diperhatikan, hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki
kemampuan/kekuasaan terhadap orang yang berada di bawahnya. Artinya, bukan
sembarang orang boleh merubah dengan tangannya. Contoh orang
semacam ini, penguasa dan bawahan yang mewakilinya dalam suatu kepemimpinan.
Untuk lingkup Kota Probolinggo, dalam hal ini Pemkot Probolinggo.
Di
sinilah, bila seruan dan saran ormas keagamaan tak bisa direalisasikan dengan
menutup tempat hiburan malam, setidaknya pemkot bisa memberikan sanksi yang
tegas terhadap sejumlah tempat hiburan yang melanggar. Apalagi, kini pemkot
sudah mulai menyusun peraturan wali (perwali) untuk menerapkan secara teknis
Perda Nomor 09/2010, tentang Izin Hiburan. Dalam perda ini, perlulah kiranya
disusun sanksi tegas terhadap para pelanggarnya. Satu kalimat melingat kemungkarang
ini; Kami menunggu ketegasan pemkot. Dipublikasikan
di Jawa Pos Radar Bromo, pada Minggu, 5 April 2015. (ind)
0 komentar:
Posting Komentar