Minggu, 12 April 2015

Menunggu Ketegasan Pemkot

KASUS adanya penari erotis di sebuah tempat hiburan malam di Kota Probolinggo, masih belum kering dalam ingatan. Kini, kota yang dipimpin oleh Hj. Rukmin itu, kembali diguncang dengan temuan satpol PP yang sunguh “mengerikan.” Sebuah tempat karaoke keluarga, diduga menjadi tempat mesum. Seorang pemandu lagu ditemukan tak mengencakan celana dalam sebuah room bersama seorang lelaki yang celananya juga sudah melorot. (Jawa Pos Radar Bromo, 2 April 2015).


Adanya perbuatan mesum di tempat karaoke keluarga secaman ini, sejatinya sudah lama menjadi kasak-kusuk di kalangan warga. Terutama, sebagian pengguna jasa tempat hiburan ini. Bahkan, Jawa Pos Radar Bromo, pernah menurunkan laporan khusus terkait dengan “praktik prostitusi” di tempat bisnis ini. Meski para pengelola tempat bisnis semacam ini selalu mengelak disebut sengaja menyediakan perempuan pemandu lagu.
Kini, satpol PP Kota Probolinggo menemukan adanya dugaan perbuatan mesum dalam sebuah room di sebuah tempat karaoke keluarga. Bila dulu mereka selalu beralasan tak ada bukti, kini aparat penegak perda itu medapati sendiri “buktinya.” Sayang, meski sudah diketahui dengan jelas ada perbuatan mesum, satpol PP tak bisa memberikan sanksi kepada pelaku mesum, selain pembinaan. Entah kepada tempat hiburannya.
Sejatinya, makin suburnya tempat hiburan di sebuah daerah, ada segi positif dan negatif yang harus dihadapi. Salah satu dampak postifnya, warga tak perlu jauh-jauh mencari tempat rekreasi untuk me-refresh otak setelah dipaksa menyelesaikan suatu pekerjaan. Adanya tempat hiburan juga dapat menyumbang duit untuk APBD. Namun, jangan lupa, di balik itu ada sisi negatif yang kadang dampaknya tak sebanding dengan manfaatnya.
Misalnya, makin maraknya peredaran minuman keras (miras). Diketahui, miras dapat menjadi sumber segala tindak kejahatan. Bahkan, aparat kepolisian juga mengamini kalau miras menjadi sumber segala kejahatan, (Jawa Pos Radar Bromo, 31 Maret 2013).
Belum lagi, seks bebas yang sangat memungkinkan terjadi di sebuah tempat hiburan di Kota Probolinggo. Seperti temuan satpol PP di sebuah tempat karaoke keluarga, Rabu (1/4) malam. Ngapain kiranya, seorang perempuan bersama seorang pria yang sama-sama normal gelap-gelapan berada dalam satu ruangan. Terlebih, menurut Jawa Pos Radar Bromo, si perempuan sudah membuka pakaian bagian bawahnya. Bukan hanya hot pants, tapi juga celana dalamnya sudah lepas. Begitu juga dengan si lelaki, celana selututnya juga sudah melorot. Astaghfirullah.
Dampak yang tak kalah penting, makin merosotnya moral masyarakat karena makin mudahnya mengakses hal-hal yang tak baik. Sehingga, banyak yang khawatir menjamurnya tempat hiburan malam, termasuk tempat karaoke, makin membuat sebagian orang semakin mudah durhaka.
Masih belum kering dari ingatan, tarian tak senonoh yang disajikan di sebuah tempat hiburan malam di Kota Probolinggo, juga ditonton sebagian pelajar. Ini membuktikan, pencari hiburan tak selalu pekerja yang datang untuk melepas penat, tapi juga siswa yang mungkin datang untuk menyegarkan otak setelah seharian belajar. Namun, apa yang akan terjadi bila dalam mencari hiburan, mereka malah disuguhi tarian erotis? Apa jadinya, bila niat mencari hiburan malah membuat mereka kebablasan dengan melakukan perbuatan terlarang?
Di sinilah yang harus diperhatikan oleh pemkot sebagai pemegang kuasa. Apalagi, sejumlah ormas keagamaan sudah sering mengingatkan, bahkan meminta pemkot untuk menutup tempat hiburan malam. Namun, permintaan ormas yang disampaikan secara santun itu, sejauh ini belum mendapatkan respons positif. Syukur, ormas ini menyadari betul perannya, dan mengakui kedaulatan pemerintah.
Mereka paham, merubah kumungkaran tak harus dengan keonaran. Mereka paham, kemungkaran bisa diubah dengan tangan, lisan, dan hati, seperti disabdakan Rasulullah yang diriwatkan oleh Muslim (HR. Muslim, 49).  Dalam hadis ini diterangkan, barang siapa mampu merubah kemungkaran dengan tangannya, maka wajib dia menempuhnya. Namun, perlu diperhatikan, hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan/kekuasaan terhadap orang yang berada di bawahnya. Artinya, bukan sembarang orang boleh merubah dengan tangannya. Contoh orang semacam ini, penguasa dan bawahan yang mewakilinya dalam suatu kepemimpinan. Untuk lingkup Kota Probolinggo, dalam hal ini Pemkot Probolinggo.
Di sinilah, bila seruan dan saran ormas keagamaan tak bisa direalisasikan dengan menutup tempat hiburan malam, setidaknya pemkot bisa memberikan sanksi yang tegas terhadap sejumlah tempat hiburan yang melanggar. Apalagi, kini pemkot sudah mulai menyusun peraturan wali (perwali) untuk menerapkan secara teknis Perda Nomor 09/2010, tentang Izin Hiburan. Dalam perda ini, perlulah kiranya disusun sanksi tegas terhadap para pelanggarnya. Satu kalimat melingat kemungkarang ini; Kami menunggu ketegasan pemkot. Dipublikasikan di Jawa Pos Radar Bromo, pada Minggu, 5 April 2015. (ind)

0 komentar:

Posting Komentar